Doktrin kapitalisme mempostulatkan modal
sebagai lokomotif utama dalam sirkulasi ekonomi. Kekuatan modal dipakai untuk
mengusai seluruh aspek produksi, berupa alat produksi, tenaga kerja, sistem
distribusi, dan keseluruhan yang berhubungan dengannya. Nilai lebih yang
dihasilkan keseluruhan produksi semata-mata hanya untuk pemilik-pemilik modal.
Nilai yang tertanam dalam doktrin ini begitu sederhana. Kapitalisme hanya
memiliki satu nilai dalam sistemnya, yakni profit. Sehingga, ia tidak
mengijinkan nilai-nilai lain seperti kemanusiaan, keseimbangan, keadilan
sosial, mengintervensi segala bentuk aktivitas ekonomi.
Ketimpanganyang dihasilkan kapitalisme
melahirkan kesadaran bahwa ia harus dihancurkan. Marx memberikan konsepsi
teoritis bahwa keruntuhan kapitalisme adalah keniscayaan sejarah dan akan
digantikan oleh sistem masyarakat komunis. Tranformasi ini kemudian didebatkan
oleh para penafsir Marx meski dalam dimensi yang sama, yakni revolusi. Lenin di
Rusia misalnya. Dalam penghancuran kapitalisme, menurutnya dibutuhkan
konfrontasi bersenjata terhadap negara borjuistik. Negara direbut dan dijadikan
alat untuk mengeliminasi klas borjuis, yang berbuntut pada kehancuran
kapitalisme.
Kelompok Eurocomunnism memberikan
cara-cara yang benar-benar berbeda dengan apa yang dipraktekkan Lenin di Rusia.
Mereka lebih mengandalkan strategi parlementer dalam mendorong kapitalisme
menuju jurang kematiannya. Cara yang lebih dianggap relevan dengan kondisi
masyarakat indrustri maju. Namun, seiring kemunculan negara-negara industri modern
di Eropa dan Amerika Serikat pasca Perang Dunia II memberikan tantangan baru
kepada kelompok marxian di negara-negara tersebut. Hasilnya, pada tahun 1960-an
dan 1970-an muncul polemik di kalangan kaum marxis. Isu utamanya adalah:
mengapa kaum buruh di Eropa dan Amerika menjadi tidak revolusioner? Ujungnya
pertanyaan dasar kembali muncul: bagaimana kapitalisme bisa dihancurkan?.
Bernstein dalam tulisan Rosa Luxemburg berjudul
Reform or Revolution pada tahun 1900, menyangsikan kemunduran
kapitalisme bakal terjadi. Kebangkrutan kapitalisme menjadi mustahil, sebab,
kapasitas adaptasi kapitalisme semakin tinggi. Kian lama ideologi itu
bertranformasi menjadi varian-varian yang tak terduga. Analisis Bernstein
didasarkan atas dua hal. Pertama; hilangnya krisis-krisis umum yang
disebabkan perkembambangan sistem kredit, organisasi-organisasi majikan, sarana
komunikasi, dan jasa informasi. Kedua; keuletan kelas menengah dalam
meningkatkan cabang-cabang produksi , dan lapisan ploretariat yang naik menjadi
kelas menengah.
Barangkali itu benar. Fritjof Capra (2001)
menganalisis kapitalisme global melahirkan tata kelola ekonomi baru yang
semakin kompleks dan rumit. Revolusi teknologi informasi mendorong kelahiran
kapitalisme baru yang bercirikan; 1) inti aktivitas ekonomi bersifat global, 2)
sumber-sumber produtivitas dan kemampuan bersaing adalah inovasi, penciptaan
pengetahuan, dan pengelolaan informasi, 3) sebagian besar terstruktur di sekitar
jaring-jaring aliaran dana.
Ekonomi kapitalisme baru berjalan real time.
Bergerak cepat melalui jaringan-jaringan keuangan global. Teknologi informasi dan komunikasi canggih
memperkenankan modal finansil beralih cepat dari satu pilihan ke pilihan lain.
Modal tersebut diinvestasikan di berbagai macam aktivitas ekonomi. Perolehan
keuntungan dialirkan kembali ke dalam meta-jaringan (meta-network)
aliran keuangan. Ekonomi baru yang dihasilkan begitu kompleks dan bergolak,
sehingga sukar diuraikan melalui pemahaman ekonomi konvensional. Di dalamnya
penuh dengan ‘penjudi-penjudi’ dengan berbagai macam spekulasinya, tampak
seperti kasino global.
Beginilah Manuel Castells mendiskripsikan
kasino global yang dihasilkan dalam proses tersebut:
“Modal yang sama ditarik-ulur antar-ekonomi
dalam hitungan jam, menit, dan terkadang detik. Disokong oleh deregulasi....dan
pembukaan pasar uang domestik, program-program komputer hebat dan para analisis
keuangan/pakar komputer piawai yang duduk di simpul-simpul global suatu
jaringan telekomunikasi elektif bermain-main secara harfiah, dengan milyaran
dolar....para penjudi global ini bukanlah spekulator tak dikenal, tetapi
merupakan bank-bank investasi besar, dana pensiun, perusahaan
multinasional....dan mutual yang diusahakan hanya demi manipulasi keuangan,”
Ciri ekonomi baru, lanjut Capra, pada titik
yang paling mengkhawatirkan mungkin adalah ekonomi yang dibentuk secara
mendasar oleh mesin. Pasar global, secara sempit, sesungguhnya bukanlah pasar
menurut pikiran orang umum. Ia adalah suatu jaringan mesin-mesin yang diprogram
menurut satu nilai tunggal: menghasilkan uang dan hanya demi menghasilkan uang.
Aliran keuangan yang bergerak saat ini di luar kendali pemerintah, korporasi,
dan lembaga-lembaga keuangan. Uang hampir tidak bergantung pada produksi dan
jasa. Kekuasaan ekonomi berada di dalam jaring-jaring keuangan global. Ia
menentukan nasib sebagian besar pekerjaaan. Sistem inilah yang disebut dengan
sistem logika automaton.
Implikasi kapitalisme baru terhadap sosial,
budaya, relasi kekuasaan menyeret berbagai aspek tersebut untuk tunduk pada
‘perubahan’. Dampak sosial nyata adalah tenaga kerja semakin dijauhkan dari
sirkulasi modal. Modal digerakkan dijaringan global, tenaga kerja bersifat
lokal. Kongsi -kongsi tenaga kerja menjadi lemah, sebab ketakutan arus modal
mudah berpindah dengan cepat. Alih-alih ingin upah dan kehidupan layak, mereka
dapat dengan mudah kehilangan pekerjaan mereka. Teknologi yang semakin
mutakhir, membuat perusahaan-perusahaan mengatasnamakan efektif dan efisien
dengan mudah melakukan restrukturalisasi (bisa dalam bentuk PHK), membuat
jaringan desentralisasi tenaga kerja dengan merekrut melalui kontrak individu,
sehingga tenaga kerja kehilangan identitas kolektif dan posisi tawar mereka.
Tranformasi kapitalisme memberikan
tantangan. Terutamanya pada kelompok-kelompok akar rumput berhaluan
anti-kapitalis, seperti front marhaenis di Indonesia. Doktrin marhaenisme –
sosialisme ala Indonesia – merupakan tanggapan serius terhadap pola ekonomi
yang dihasilkan Revolusi Industri Eropa. Ia ingin ekonomi lebih adil, zonder
exploitation d’lhomme par lhomme (tanpa eksploitasi manusia terhadap
manusia lain), pemerataan kekayaan, dan segala hal baik lainnya. Lalu, arus
baru kapitalisme global yang dimotori revolusi teknologi informasi menuntut
pola baru dalam membendung dan menanggulanggi ketidakadilan yang dihasilkan
olehnya.
Daftar Bacaan
Rosa Luxemburg, Reform or Revolution,
pdf
Fritjof Capra, The Hidden Connections,
penj. Andya Primanda (Yogyakarta & Bandung: Jalasutra, 2009)
Nezar Patria & Andi Arief, Antonio
Gramsci: Negara dan Revolusi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
Comments
Post a Comment