Skip to main content

Islam Nusantara: Trek Alternatif Untuk Sosial-PO

Sejak meletus Revolusi Arab pada awal tahun 2011 di berbagai negara Timur Tengah, Islam berhadapan dengan sisi gelap penganutnya, yang dimana menafsirkan Islam tidak hanya sebatas identitas agama, melainkan juga sebagai identitas sosial-politik. Islam menjadi semacam ‘partai’ puritan yang berada di belakang laskar-laskar jihadis. Al hasil, Islam lagi-lagi menjadi tokoh antagonis yang bersahabat dengan konflik dan pertumpahan darah.
Melihat dalam konteks Indonesia yang meyoritas beragama Islam, mengarus utamakan Islam sebagai identitas sosial-politik, yang kemudian Islam sebagai alat perjuangan dalam tataran sosial-politik praktis, terihat kentara pada beberapa demontrasi besar di Jakarta, sejak akhir tahun tahun 2016 kemarin. Media asing bahkan banyak yang menyebut mereka sebagai Islam ekstrimis yang anti-toleransi, rasis, radikal dan lain sebagainya. Melihat kondisi tersebut, dibutuhkanlah konsep alternatif tentang Islam, yang dapat menampilkan wajah Islam santun, arif, dan beradab. Konsep alternatif itu adalah Islam Nusantara.
Apa itu Islam Nusantara?
Kendati banyak disebut sebagai konsep, Islam Nusantara lebih merupakan jargon yang perlu ditelaah secara konperehensif agar menjadi konsep utuh dan ilmiah. Dengan demikian saya mendefinisikan Islam Nusantara sebagai praktek keislaman di bumi Nusantara, yang merupakan hasil dialektika antara teks Islam (syariah quran-hadits) dengan realitas budaya setempat.
Karakteristik Islam Nusantara dapat kita lacak dari pengaruh sejarah dan letak geografis kawasan. Adapun pengaruh sejarah merujuk pada lima era sejarah yang mempengaruhi, yaitu:
  1. Era Kuno atau Era Pra Hindu-Budha, yang berasal dari kepercayaan adat, dan budaya kuno asli Nusantara (animisme dan dinamisme).
  2. Era Hindu-Budha yang dikenalkan melalui kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara seperti Salakanegara (abad ke-2 M) Tarumanegara (abad ke-4 M) hingga Majapahit (1292-1527 M)
  3. Era Islam yang dimulai sekitar sejak abad ke-7 M. Di Jawa pengaruh Islam dibawa oleh Wali Songo dan memperoleh kejayaan ketika mampu mendirikan kerajaan Islam di Jawa yakni Demak Bintaro. Di Sumatra dialektika di dalam tubuh Islam terjadi pada abad ke 17-18 M, yang mengatasnamakan pemurnian ajaran Islam. di Sumatra Barat terjadi Pemurnian ini dipengaruhi oleh kepulangan 3 Haji dari Haramain (Makkah dan Madinah) yang tepengaruh ide Islam reformis ala wahabi sampai terjadi konflik antara kaum Paderi (Pembaharu Islam) dan kaum Islam adat.
  4. Era kolonial. Adanya pertemuan corak keIslaman keratonan, moderat, tradisional, bahkan Islam abangan.
  5. Era Indonesia. Era Ini Islam harus berkompromi dengan gagasan sosial-politik modern, yakni demokrasi, dan ide dasar negara yang mengakomodir seluruh kelompok masyarakat.
Sedangkan karaktersitik yang dipengaruhi oleh letak geografis kawasan yaitu, 1) pengaruh etnis dan suku bangsa 2) pengaruh budaya kawasan Asia Tenggara, seperti pengaruh bahasa Melayu sebagai Lingua Franca dan budaya negeri Champa (Vietnam) yang dibawa Walisongo, 3) pengaruh budaya India dan ‘kawasan Anak Benua India’, 4) pengaruh budaya Tiongkok, 5) pengaruh budaya Arab, ini juga berkaitan dengan pengaruh Persia yang beraliran Syiah, terlihat dari beberapa tradisi Islam seperti peringatan Suronan (asyura’), dan penghormatan besar kepada Ahl Bait Nabi Muhammad.
Islam Nusantara dalam Konteks Sosial-Politik Indonenesia
Dalam konteks kekinian Islam Nusantara adalah kebutuhan praktis untuk mendamaikan konsepsi Islam kepada realitas kekinian yang dinamis. Tantangan Indonesia ke depan bukan an sih hanya membangun peradaban fisik melalui peningkatan ekonomi yang tentu didukung oleh stabilitas sosial, tapi juga menguatkan sendi kebangsaan sebagai keniscayaan peradaban masyarakat yang berbangsa dan bernegara.
‘Islam Nusantara’ dibutuhkan untuk meng-counter gagasan-gagasan Islam ekstrimis dan radikal yang kian mencolok sebagai gerakan (seolah-olah) peduli kepada nasib bangsa dan negara, justru malah menarik ke jurang konflik yang berkelanjutan. Meskipun dalam diri Islam Nusantara juga mengalami tantangan dimana belum mendasarkan pada epistemologi ilmiah yang cukup kuat. Menurut Ulil Absar Abdala konsepsi Islam Nusantar memang harus dapat berdamai dengan bentuk negara bangsa serta dapat berdamai dengan nilai-nilai dalam konteks global sebagai ‘urf internasional’ saat ini seperti demokrasi, HAM, dan hak-hak sipil.
Daftar Bacaan
Muhammad Guntur Romli dkk, Islam Kita, Islam Nusantara (Tanggerang Selatan: Ciputat School, 2016)

Mujamil Qomar, “Islam Nusantara: Sebuah Alternatif Model Pemikiran, Pemahaman, dan Pengalaman Islam”, Jurnal El-Harakah, Vol. 17 No. 02 Tahun 2015.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas Makul Metodologi Studi Islam

Comments

Popular posts from this blog

Kapitalisme Bergerak

Doktrin kapitalisme mempostulatkan modal sebagai lokomotif utama dalam sirkulasi ekonomi. Kekuatan modal dipakai untuk mengusai seluruh aspek produksi, berupa alat produksi, tenaga kerja, sistem distribusi, dan keseluruhan yang berhubungan dengannya. Nilai lebih yang dihasilkan keseluruhan produksi semata-mata hanya untuk pemilik-pemilik modal. Nilai yang tertanam dalam doktrin ini begitu sederhana. Kapitalisme hanya memiliki satu nilai dalam sistemnya, yakni profit. Sehingga, ia tidak mengijinkan nilai-nilai lain seperti kemanusiaan, keseimbangan, keadilan sosial, mengintervensi segala bentuk aktivitas ekonomi. Ketimpanganyang dihasilkan kapitalisme melahirkan kesadaran bahwa ia harus dihancurkan. Marx memberikan konsepsi teoritis bahwa keruntuhan kapitalisme adalah keniscayaan sejarah dan akan digantikan oleh sistem masyarakat komunis. Tranformasi ini kemudian didebatkan oleh para penafsir Marx meski dalam dimensi yang sama, yakni revolusi. Lenin di Rusia misalnya. Dalam pen...

Potret Wanita Saudi Dari Wadjda

Masih ingatkah film khas lebaran zaman dulu berjudul  Children of Heaven . Berkisah tentang perjuangan Ali untuk memiliki sepatu baru. Sebab Ali dari keluarga tidak mampu, Ali mengikut sertakan dirinya di lomba lari. Berharap mendapat juara dua dan mendapat hadiah sepatu baru, maka ia pun malah bersedih menjadi juara wahid di lomba tersebut. Film yang dirilis tahun 1997 itu, bagi beberapa orang yang lahir di era 90-an sudah jadi bagian romantika masa kanak-kanak. Kini melalui Wadjda, sang sutradara wanita pertama Arab Saudi, Haifaa al-Mansour seolah berusaha menampilkan  Children of Heaven -nya Arab Saudi. Film ini bercerita tentang anak perempuan bernama Wadjda yang ingin memiliki sepeda nya sendiri. Ia kemudian mengikuti lomba tilawah al-Quran, untuk memenangi sejumlah uang. Akan tetapi, beda Ali, beda Wadjda. Bukan karena ketidakmampuan ekonomi keluarga Wadjda untuk membelikannya sepeda, tapi untuk keluarga religius pamali bagi anak gadis bersepeda. Ya, Wadjda ingi...

Kisah Konyol Menjelang Runtuhnya Uni Soviet

Siapa yang tak tahu Uni Soviet? “Negara” Perserikatan yang menjadi salah satu mantan aktor perang dingin ini telah bubar 23 tahun lalu. Negara – lebih baik disebut perserikatan – yang terletak di Eropa Timur dan kawasan Baltik menyita perhatian dunia pada akhir tahun 1991. Betapa tidak perserikatan ini yang lahir dari kesepakatan meja kongres pada tanggal 30 Desember 1922 – artinya sudah cukup  sepuh  untuk menjadi organisasi yang kuat – luluh lantah diterpa “badai” nasionalisme. Bubarnya Uni Soviet menandai kemenangan blok barat – AS dkk – dan berakhirnya perang dingin. Pada awal berdirinya – tepatnya saat kongres pertama – ada dua pendapatberbeda dalam menformat perserikatan. Pendapat pertama, Josepf Stalin mengusulkan satu perserikatan di bawah Republik Federal Rusia sebagai republik terbesar, dan republik-republik tetap memiliki otonominya. Sedangkan pendapat kedua dari Vladimir Lenin. Meski tak hadir karena sakit keras, Lenin mengirimkan gagasanya dalam sebuah...